Liquor & Liqueur : Time to Love Again
Liquor
"They say its real if it comes back, I say its real if it never left."
Dikhianati oleh orang yang padanya kamu percayakan hati. Menemukan bahwa tunanganmu, perempuan yang akan kamu jadikan pendamping hidupmu, sedang bermesraan dengan lelaki lain; tepat 2 hari sebelum momen yang membahagiakan terjadi: pernikahan. Kenyataan bahwa 7 tahun bersamanya tak cukup untuk membuat hatinya benar-benar memilihmu. Sepertinya memang agak susah mendapatkan cinta ketika yang paling bisa terlihat darimu hanya karirmu yang gemilang.
Cinta hanyalah cerita bodoh yang dibuat agar laku dipasaran. Novel-novel percintaan. Film-film romantisme. Alasan mengapa ide cerita cinta sejati masih saja laku keras adalah karena kita semua tahu, tidak ada kisah cinta yang benar-benar bahagia. Hanya cerita fiktif itulah yang membuatmu berharap kelak akan merasakannya juga, membangun imajinasi hubungan yang manis dan hidup bahagia selamanya. Ya, sebenarnya sah-sah saja. Toh bukan urusanku. Tapi untuk ide bisnis sepertinya boleh juga.
Rasanya sudah cukup membicarakan cinta, mengingat teriakan-teriakan yang berakhir pada bantingan pintu rumah, ayah yang pergi dengan koper dan ucapan, "Aku sudah tidak mencintaimu lagi", dan suara isak tangis ibu di balik kamar tidurnya.
Cinta bisa pergi kapan saja. Jadi kenapa harus membiarkannya datang hanya untuk melihatnya pergi?
Malam itu di sebuah bar, saat aku meminum segelas vodka, aku menemukan sosoknya. Bukan selebriti, walaupun cukup cantik. Tapi bukan itu, satu-satunya yang membuatku masih memperhatikan orang asing itu adalah tawa renyahnya. Kontras sekali dengan pandangan matanya. Entah, rasanya aku bisa merasakan jiwanya sekosong aku. Hanya saja dia terlihat suka menutupinya dengan tertawa, sedangkan aku biasa saja. Toh aku tidak sedang ingin memikat siapa-siapa. Perempuan itu menoleh, sepertinya sadar kalau kuamati. Kemudian ia mengerling dan melempar senyum. Aku tidak.
Liqueur
"While they all fall in love with her smile, she waits for one who will fall in love with her scars."
Tidak ada yang namanya cinta. Kalaupun ada, cinta sudah lama minggat. Mungkin yang tersisa hanya komitmen, atau sekedar kewajiban mungkin. Agak membosankan. Jadi mengapa tidak bersenang-senang saja? Toh cinta bisa dikatakan dengan mudah, dan orang-orang dungu juga akan percaya-percaya saja kalau kukatakan aku mencintainya. Bukankah kalimat-kalimat cinta adalah hal yang ditunggu-tunggu oleh kebanyakan orang, membuat melayang tanpa tahu bahwa sebentar lagi akan jatuh ke tanah. Lalu tidak berani untuk terbang lagi. Seperti aku. Iya, dungu. Dulu. Sekarang tentu saja tidak. C'mon dude, don't take love too seriously.
Kadang, cinta itu bisa membuat orang jadi terlalu naif. Seperti anak kecil yang melihat horizon. Seperti laut dan langit yang terlihat dari satu sisi: hanya berjarak garis tipis hingga suatu ketika kita melihatnya seperti tak berbatas, tak berjarak. Tapi aku bukan anak kecil. Jadi aku tahu, terlihat sedekat apapun tetap ada hal yang tidak berubah: jarak itu tidak menyempit. Jarak itu menganga lebar. Lebih jauh dari yang terlihat.
Terlihat apatis bukan? Memang. Tadinya aku juga mengira aku akan bahagia dengan prinsip dan cara hidupku ini. Ternyata tidak. Hidupku masih saja sama, seperti tinggal dalam sebuah black hole.
Malam itu di sebuah bar, saat aku meneguk Apricot brandy dan berpura-pura menanggapi lelucon sampah para lelaki yang mengelilingiku, aku memergoki sepasang mata yang sedang mengamatiku. Aku mengerling dan melempar senyum padanya. Kutebak, sebentar lagi ia akan berdiri menghampiriku dan menawarkan one night stand seperti yang biasa dilakukan laki-laki sampah di sekelilingku ini. Tapi pria itu tidak beranjak dari tempatnya. Tidak memalingkan pandangannya. Juga tidak membalas senyumku.
Yang bisa kutangkap hanya kekosongan. Dia terlihat seperti tubuh tanpa jiwa. Sepertiku. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa menyimpulkan seperti ini. Mungkin saja sebagai sesama jiwa yang kosong bisa saling mengirimkan telepati. Haha, apa iya aku sudah mulai mabuk?
Liquor and Liqueur
"Kamu di sini hampir setiap minggu. Kenapa minum?". Seorang perempuan meletakkan gelasnya di samping gelas si pria.
"Huh?"
"Kurasa kamu pasti ingat aku kan. Aku tahu kamu pernah memperhatikanku." Perempuan itu tersenyum. "Sudah 3 bulan ya, sebelum aku memutuskan menghampiri mejamu. Aku Liqueur."
"Hm hm. Liqueur ya, sedikit lebih manis. Kamuflase."
"Sepertinya kamu jago menebak."
"Liquor. Kamu sendiri kenapa sering kesini?"
"Sepertinya kamu jago menebak."
"Liquor. Kamu sendiri kenapa sering kesini?"
"Liquor? Apa hidupmu sepahit itu haha. Aku ke sini tentu saja untuk mencari kesenangan"
"Tapi kamu tidak terlihat senang tuh"
"Kamu tahu sekali ya. Jarang sekali orang yang bisa membacaku. Hahaha"
"Mata. Matamu tidak bisa bohong"
"Kamu juga. Jadi kenapa?"
"Pertunangan. yang. gagal" Lelaki itu terkekeh sambil mengangkat nenunjukkan jari kirinya. Ada bekas cincin disana. "Oh, bukan. Hanya pernikahan. yang. hampir. saja. terjadi."
"Sudah kuduga. Ternyata itu benar radar ya."
"Radar?"
"Sekali melihatmu, aku merasa sudah mengenalmu"
"......."
"Kenapa waktu itu kamu menatapku?"
"Radar".
"Jadi?"
"Kita saling menemukan."
Aku dan dia sama-sama tahu, masa lalu sudah cukup membuat cerita romansa terdengar memuakkan.
Tapi lucunya, sepertinya sekarang aku sedang terjebak di dalamnya, dan aku tahu kali ini aku tak bisa melepaskannya.
Karena aku tahu dia sama denganku. Aku bisa merasakannya.
Mungkin, dua jiwa yang rusak ini bisa saling menyembuhkan.
Mungkin, bersamamu aku akan menemukan segala hal yang hilang dari hidupku.
Mungkin, bersamamu aku akan menemukan segala hal yang hilang dari hidupku.
0 comments:
Post a Comment